Da’wah Kanthi Tresna: Sebuah Otokritik

Hestutomo Restu Kuncoro

An article dedicated to Allah. In honor of the best mentor a very good friend of mine, Arif Dharmawan.

Pemikiran atau ide tentang hal ini muncul kira-kira 3 tahun yang lalu. Awal kemunculan pemikiran ini adalah sebuah pesan singkat yang dikirim oleh seorang adik kelas ke ponsel saya. Isi pesan ini kurang lebih adalah seperti ini, “Mas, kenapa sih mbak-mbak rohis (baca: aktivis da’wah) itu bisa bener-bener ramah sama temenku yang anak rohis juga. Tapi entah kenapa nggak bisa hangat kalau sama orang yang notabene bukan anak rohis. Kalau misalnya aku lg jalan sama akhwat rohis, pasti disapa dengan hangat. Tapi kalau misalnya aku jalannya sama temenku yang bukan anak rohis, kok rasanya dicuekin” Berawal dari kejadian itu, sebuah pertanyaan muncul dalam pikiran saya waktu itu, Kenapa?

Pencarian jawaban atas pertanyaan satu kata itu membawa saya pada banyak alternatif analisis. Salah satu jawaban yang masuk diberikan oleh seorang AD (aktivis da’wah) di kampus tempat saya kuliah saat ini. Jawabannya: “Mungkin, ada kecenderungan di antara para AD untuk tidak bisa berbaur dengan orang-orang yang notabene bukan AD sebaik mereka berbaur dengan sesama mereka. Begitu mendapatkan jawaban ini, pikiran saya kembali ke sebuah permasalahan klasik di pergerakan da’wah SMA: kenapa para AD akhwat lebih sering menghabiskan waktu istirahat sekedar bersama dengan mereka yang notabene juga AD ?

Bukan tindakan bijaksana terburu-buru mengambil kesimpulan. Namun saya rasa cukup adil ketika saya mengambil kesimpulan bahwa MEMANG ada tembok imajiner yang “membatasi” kehidupan para AD dan mereka yang notabene belum aktifr dalam pergerakan da’wah, terlepas dari perbedaan ketinggian dan ketebalan tembok itu antara satu medan da’wah dan medan da’wah lain. Namun saya tidak ingin menyatakan bahwa eksistensi tembok ini adalah sebuah kesalahan atau sesuatu yang perlu dihilangkan. Karena, eksistensi sebuah tembok imajiner dalam interaksi sosial maupun individu adalah sebuah keniscayaan yang wajar adanya. Sebagus apapun kita berbaur dengan manusia lain, selalu ada hal yang membuat kita tidak bisa menghabiskan seluruh kehidupan kita bersama orang lain, bahkan bersama pasangan kita sekalipun. Dalam kehidupan pribadi tembok itu kita kenal sebagai “hal-hal privasi” Dalam kehidupan sosial, tembok itu punya banyak jenis dan rupa. Itu semua bukan masalah, selama ketinggian dan ketebalan tembok itu masih ideal dalam batas kewajaran dan tidak mengganggu kebutuhan untuk berinteraksi.

Tembok itu menjadi masalah ketika kondisi tembok itu, entah karena atribut ketinggian atau ketebalan, menghalangi terbentuknya kondisi interaksi sosial maupun individu yang ideal. Banyak hal yang mampu menjadi alasan ketidak idealan tembok imajiner sosial itu. Dalam kasus yang sedang kita bicarakan (Aktivis da’wah dan orang-orang yang belum aktif dalam da’wah), banyak hal yang mungkin menyebabkan terjadinya tembok itu, di antaranya mungkin perasaan eksklusif yang tidak disadari hadir dalam proses hijrah, ketiadaan keinginan untuk memahami pemikiran dan perasaan orang lain, tidak adanya keterbukaan, dan hal-hal lain.

Bagaimanapun juga, terlepas dari kenapa tembok itu bisa hadir, saya mencoba mengawang-awang kondisi ideal interaksi sosial dalam pergerakan da’wah. Ketika kondisi tembok itu tidak sesuai dengan persyaratan ideal, saya melihat penyebab utamanya bukanlah teknik interaksi sosial antara AD dan non-AD. Saya meyakini bahwa ketika ketidak-idealan interaksi sosial terjadi, hal itu disebabkan oleh seuatu yang sifatnya lebih mengakar, lebih mendalam dan lebih mengontrol.

Apa yang saya maksud dengan sesuatu yang lebih mengakar itu adalah motif. Jadi, ketidak idealan itu terjadi karena adanya disorientasi motif yang hadir tanpa disadari. Disorientasi motif itu ada kemungkinan hadir dalam proses asimilasi AD ke dalam wadah atau badan. Saya pernah mendapati kasus seorang individu yang begitu yakin bahwa niatan yang ia bawa adalah niatan yang lurus, namun dalam diskusi kami kami menyadari bahwa ada sedikit disorientasi motif dalam sepak terjangnya: melanggengkan hegemoni badan atau wadah.

Keinginan untuk melanggengkan hegemoni sebuah badan atau wadah sarana da’wah dapat dengan mudah di-misinterpretasikan. Bukan berarti bahwa keinginan untuk melanggengkan hegemoni sebuah lembaga da’wah sebagai sesuatu yang salah, sama sekali bukan. Motif itu akan dapat tetap terkategori sebagai “niatan yang lurus” selama di balik niatan itu tidak lebih hanyalah keinginan agar bendera da’wah dapat terus berkibar, jika begitu keadaannya maka tidak masalah. Hanya saja, seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, niatan ini punya kecenderungan untuk di-salah artikan dengan sangat-sangat mudah. Motif melanggengkan hegemoni sebuah lembaga da’wah dapat dengan sangat mudah menggeser paradigma orientasi da’wah para aktivis da’wah yang ada di dalamnya. Skenario paling buruk dari pergeseran paradigma ini adalah kecenderungan para aktivis da’wah untuk fokus pada hasil alih-alih pada proses.

Terkadang, tanpa disadari sepenuhnya oleh para AD, usaha da’wah yang mereka lakukan terlalu memaksakan untuk mengejar “target” lembaga da’wah tertentu. Hasilnya, terkadang niatan para AD cenderung manipulatif dan tidak menyerang akarnya. Apa yang saya maksud dengan manipulatif adalah proses berpikir “saya pingin ngeliat orang ini jadi kaya gini”, tanpa keinginan secara penuh untuk memahami pemikiran dan perasaan orang tersebut. Efeknya dalam tindakan, sikap ramah parsial (seperti telah dibahas sebelumnya), bersikap ramah (atau perbuatan lain yang juga menarik simpati) dengan motif agar orang tersebut simpati kepada para AD dan mau menerima pemikiran yang dibawa oleh AD. Para AD sering tidak menyadari ini sebagai suatu misplaced-action karena karakter tindakan seperti ini yang nampak begitu smooth dan non-manipulatif di luarnya. Well, tindakan seperti ini memang nampak smooth dan clean di luarnya, tapi sangat disayangkan motif sikap ramah itu sendiri pada awalnya manipulatif: agar orang yang kita perlakukan dengan ramah mau menerima pemikiran yang kita bawa.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah lalu bagaimana seharusnya? Dengan rendah hati dan menyadari semua kealpaan saya sebagai manusia, saya ingin mencoba mengawang-awang sistematika yang ideal harusnya seperti apa.

Pertama dari tujuan, saya rasa semua AD sudah sangat paham tentang hadits pertama dalam kumpulan 40-an hadits yang dikompilasi oleh Imam Nawawi: tujuan  hanyalah Allah. Berawal dari niatan yang begitu mulia ini, AD harus memahami bahwa parameter keberhasilan AD sebagai hamba Allah dalam berda’wah bukanlah capaian fisik sistem da’wah. Lebih jauh harus dipahami bahwa tanggung jawab AD dalam berda’wah adalah mengajak BUKAN MENGUBAH. Tujuan akhirnya memang adalah perubahan individu yang berujung pada hijrahnya sebuah peradaban. Namun sangat tidak bijaksana jika dalam usaha mengejar hasil, AD mengabaikan mengabaikan sebuah prinsip penting.

Prinsip penting yang saya maksud adalah keinginan untuk memberikan yang terbaik pada objek da’wah AD (yang sebenarnya bukan objek sama sekali). Pelanggaran prinsip ini sering berujung pada tindakan manipulatif di mana AD terlalu fokus pada capaian akhir fisik (dalam usaha menghadirkan kekuatan dalam lembaga da’wah sehingga lembaga da’wah itu dapat memepertahankan hegemoninya), tanpa memperhatikan secara tulus pribadi objek da’wah yang bersangkutan. Contoh yang kongkret sudah saya bahas sebelumnya: tindakan simpati manipulatif dalam usaha mencapai tujuan akhir itu.

Seharusnya menurut saya, prinsip ini dijalankan secara sinergis dengan tujuan da’wah dan tanggung jawab AD dalam da’wah itu sendiri. Inilah prinsip yang saya sebut dalam judul sebagai Da’wah Kanthi Tresna, sebuah kalimat bahasa jawa yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maknanya Da’wah Dengan Cinta. Aplikasi prinsip ini adalah sebuah kesadaran sepenuhnya akan hakikat kita sebagai hamba Allah dan kewajiban kita untuk mencintai sesama muslim maupun hamba Allah, karena Allah. Lebih lanjut, ketika kita mampu mencintai orang lain karena Allah, sudah menjadi hal yang lumrah ketika kita mengharapkan yang terbaik untuk orang-orang yang kita cintai. Dan hal yang terbaik untuk semua hamba Allah, tanpa perlu disangsikan, tentu saja kedekatan dengan Allah. Dalam usaha memeberikan yang terbaik untuk orang-orang yang kita cintai, kita akan mengajak mereka untuk dekat dengan Allah, tentu saja dengan berda’wah. Jadi motif da’wah kita seharusnya tidak lebih daripada sekedar bentuk eksppresi cinta kita (yang hadir karena Allah) kepada saudara-saudara kita sesama muslim dan sesama hamba Allah, sebagai sinergi motif utama kita mengharap ridhoNya.

Jika proses berpikir AD dilakukan dengan cara seperti ini, insyaAllah tidak akan ada lagi pemikiran maupun tindakan manipulatif dalam mencapai capaian fisik sebuah sistem da’wah. Simpati yang hadir dalam diri objek da’wah kepada AD hadir sebagai bentuk tanggapan otomatis stimulus cinta yang hadir dari dalam diri AD kepada orang-orang yang dida’wahi. Dalam aplikasinya, ketika AD bersikap ramah dan hangat kepada objek da’wah, tindakan itu didasari secara penuh dan secara tulus sebagai ekspresi cinta. Kehadiran cinta dalam da’wah juga akan menghadirkan keinginan untuk secara tulus mendengarkan dan memahami pemikiran serta perasaan objek da’wah oleh AD.

Lalu apakah salah menetapkan capaian fisik dalam da’wah ? Tidak, sama sekali tidak, selama capaian fisik itu dibuat tidak lebih daripada sekedar sistem untuk mengevaluasi metode. Namun  satu hal yang perlu diperhatikan, jangan sampai capaian fisik itu menjadi acuan utama tindakan da’wah para AD sehingga melupakan urgensi hadirnya motif cinta dalam pergerakan da’wah mereka.

Wahai saudaraku, mari belajar mencintai saudara-saudara kita secara tulus. Ketika berda’wah, hadirkan motif karena kita menginginkan yang terbaik untuk saudara-saudara kita… Kedekatan dengan Allah…

Wallahu’alam bishowab

I would know that she’s the one if…

we never seem to run out of things to talk about..
every time i see her smiles, i smile too, for no reason but her smile.
every time i see her, i forget about all my problems.
every time i remember her face, i feel happy
every time i do something wrong she would bravely stand up to me
every time i lose hope, she brings it back
every time the flame within me go out, she light it back
every time i see a beautiful face, i remember her
every time i feel depressed, she raise me up
when she’s with me, there’s nothing else in the world i want
i want to be where she is more than i want to be anywhere else
every time i’m planning my future, she’s part of it
i’m happy everytime she is, and even happier if her happiness is due to me
she’s the first person i remember when i wake up, and the last person i think about when i go to sleep
every other couples reminds me of her
i want my children to have her as mother
i want my parents to have her as daughter-in-law
i want my siblings to have her as sister-in-law
i give her anything i could, and work harder to give her more
i can always trust my heart on her hands, and within her heart
when i’m with her, addition of one person is too much
whatever happened, i know it won’t be so bad coz i have her with me
i know she will always be loved with at least one person
i want the title of “Her Husband” more than i want the title of “President of Indonesian Republic”

and so many more if…

Bahasa Cinta

Setiap insan, memiliki cinta jauh di dalam diri kita. Itulah yang membuat dunia terasa indah dan penuh tawa. Karena cinta menghiasi hati yang dilanda sepi, dan mencerahkannya dalam bahagia.

Namun sungguh kan menyesakkan dada, ketika cinta yang selalu ceriakan kita, perlahan menghilang dan tak lagi terasa. Membuat kita bertanya-tanya, ke mana ia terbang? Hingga akhirnya bimbang datang menyerang, melesakkan ribuan keraguan tentang hadir cinta, masihkah adakah cinta di hati ini? masih bisakah aku mencintainya?

Dalam titik terjauh ketiada-terasaan cinta, sering kita berpikir tuk akhiri semua. Meruntuhkan bangunan kasih yang telah lama kita bina. Menghancurkan simpul ikatan cinta yang pada fitrahnya harus ada. Sekedar karena alasan, “Aku tak lagi cinta” atau “Kami tak lagi bisa bersama”.

Duhai kawan, cinta bukan sekedar perasaan pasif yang bisa datang dan pergi tanpa kehendak kita. Cinta mampu hadir dan hangatkan kita ketika kita mengharapkannya. Cinta mampu tegar dan bertahan di bawah terpaan lekang dunia, hanya jika kita menjaganya. Karena kawan, cinta adalah kata kerja. “Aku mencintaimu” bukanlah sekedar ungkapan perasaan maya. “Aku mencintaimu” adalah pernyataan misi yang nyata. Kata “cinta” merupakan komitmen kita untuk menghargai, memberi perhatian, menerima kekurangan, mensyukuri kelebihan, dan memahami sepenuhnya.

Sering sekali, cinta pergi bukan karena ia tak lagi mampu menautkan dua manusia. Ia selalu mampu, selalu bisa, ketika dua manusia itu menginginkan hadir cinta. Tapi sering, cinta divonis telah pergi meninggalkan mereka, justru ketika cinta memberikan bagian terindah dari perjuangannya, ujian cinta. Ujian cinta adalah batas dua kehidupan, kehidupan dengan cinta di awal ujian, dan kehidupan yang lebih penuh cinta di akhir ujian. Namun sungguh, hidup yang lebih penuh cinta itu hanya akan kita temui, setelah melewati ujian cinta. Ujian cinta tidak akan menguji cinta, cinta tak perlu diuji lagi. Ujian cinta menguji sang Empunya cinta. Masih inginkan ia mencintai? Masih inginkah ia dicintai? Seberapa jauh ia rela melangkah untuk cintanya?

Karenanya, percaya akan cinta adalah keniscayaan. Namun hanya jika, cinta kita dapat kita komunikasikan dalam bahasa yang dimengerti oleh dirinya, orang yang di hatinya kita semaikan cinta kita. Karena sering, cinta yang sebenarnya ada dan bersemayam di dalam hati, disalahartikan sebagai ketiadaan, karena dua hati bicara dalam bahasa cinta yang berbeda.

Sungguh kawan, jika kita mampu bicara dalam bahasa cinta yang dimengerti olehnya, cinta di dalam hati kita takkan terbuang percuma. Karena bahasa menghubungkan segalanya di antara dua manusia, termasuk hati yang penuh cinta. Dan disebabkan oleh cinta, bahasa tak lagi jadi figuran hari, namun berubah menjadi sebuah simpul ikatan hati. Karena bahasa hari, telah berubah, menjadi bahasa cinta.

Roman Yang Terpotong

“aku punya aturan sederhana. Aku takkan mencarimu, namun jika dirimu membutuhkanku, datanglah”, jawabnya singkat.

“entah mengapa terasa aneh. Akankah itu membuatmu bahagia?”, jawabku ragu.

“Jika kau bilang bahwa dirimu akan baik-baik saja setelah ini, aku akan berhenti meratap”, katanya kemudian.

“Jika engkau berjanji akan baik-baik saja setelah ini, maka aku akan baik-baik saja”, jawabku.

“Jika itu akan membuatmu baik-baik saja, maka akan kulakukan”

“Aku akan baik-baik saja, jika aku tahu dirimu baik-baik saja. Be good for me, okay? Jadi ini resolusi kisahnya?”, tanyaku kemudian.

“Iya. Au Revoir”, jawabnya singkat.

“Semoga ada sekuelnya, martil yang bisa menghancurkan tembok kaca ini, dirimu yang membawanya. Hasta La Vista”, kalimatku mengakhiri pagi itu.

Kisah ini berakhir prematur, entah untuk disambung lagi nanti, atau tidak. Jika dia akhirnya membawa martil itu dan pergi menjauh, untuk seterusnya, maka kisah ini hanya akan sampai di sini, dan setelahnya hanya akan ada daftar pustaka, tanpa epilog. Namun jika dia akhirnya membawakan martil itu, aq yakin akan ada banyak kisah indah yang mengisi halaman-halaman setelahnya.

Friends

Trust me on this
you will notice
That life you are living
is too good for grieving

Listen to me
and you will see
all the past of shoddy
will only be memory

hold your head up high
come here and hold me tight
you will never lose your way
cause i will always stay

look at my smile
it’s here for you
and for a little while
let it be on your face too

cause my friends i love you
i know you know i do
and your burden i will bear
and your tears i will share
and all i will do
just because i care..

10 Alasan Mengapa Lebih Suka Rapat dengan Cewek Daripada Syura dengan Akhwat

1. Ce’ tdk akan melakukan hal-hal lain di belakang hijab (misal: ngobrol) dan kemudian ketika pembicara selesai bicara bilang, “Afwan akh td kurang jelas, bisa diulang?”

2. Klo ngomong sama Ce’ nyambung dalam 8 komunikasi dr 10 komunikasi. Klo dengan akhwat, biasanya 5 dr 10 pun sudah bagus.

3. Klo dengan Ce’, tertawa itu sehat. Klo dengan akhwat,nggg,,tahu sendiri lah…

4. Klo diskusi sama Ce’, kita bicara masalah di bumi. Klo sama Akhwat,d langit,,tp g jelas jg langit planet mana

5. Ce’ yg memegang idealisme yg tdk spenuhnya mereka percaya lebih sedikit drpada Akhwat yg memegang idealisme yg tidak sepenuhnya mereka percaya.

6. Ce’ di dalam rapat dan di luar rapat volume suara ya seperti itu. Akhwat,,ntah bagimana tiba2 volume suara turun drastis dalam syuro..

7. Klo sama Ce’ senyum dianggap ramah…klo sama akhwat,,nngg,,,gimana ya., y gitu lah..

8. Klo sama Ce’, hbs rapat ketemu di jalan bisa nyapa. Klo dengan akhwat, salam pun dijawab dalam hati (ini dah husnudzan)

9. Ce’ jarang telat/izin rapat dengan alasan ada agenda rahasia..klaupun ada biasanya pribadi

dan yang paling-paling-paling-paling d anatara semuanya













10. Ce’ g akan bilang, “Punten, klo begitu ana tanya Murabbi dulu…”..pdahal masalahnya jelas

Pandai Berbohong?

Pernahkah anda berbohong? Bagaimana rasanya ketika berbohong? Bagaimana rasanya ketika kebohongan kita diketahui?

Kebanyakan manusia pernah berbohong. Baik itu white lies (berbohong dengan niat baik-red) maupun kebohongan-kebohongan biasa. Bahkan, beberapa dari kita hidup dalam kebohongan. Oleh sebab itu, berbohong telah menjadi semacam kemampuan, jika tidak bisa disebut seni, yang selalu berkembang dari masa ke masa. Kebohongan telah berubah dari sekedar perisai diri, menjadi sebuah sistem yang terkoordinasi dengan baik.

Walau begitu, kebohongan selalu memiliki sisi buruknya tersendiri. Dan bukan hanya dari segi moral (yang tidak akan dibahas dalam tulisan ini), namun dalam hal berbohong itu sendiri. Yang paling sering kita temui adalah komplikasi kebohongan pendukung. Jika kita berbohong akan suatu hal, kita perlu membuat kebohongan-kebohongan lain untuk mendukung kebohongan yang pertama. Misalnya kita bilang kita punya kolam renang di rumah, padahal sebenarnya tidak, tentu kita harus berbohong untuk menghalangi teman-teman kita berkunjung.

Namun, kelemahan utama seorang pembohong adalah tubuhnya sendiri. Kita bisa berbohong dengan kata-kata, namun bahasa tubuh kita memiliki pengaturan otomatis untuk berkata jujur. Yang paling umum adalah peningkatan detak jantung dan perbesaran pupil mata. Selain itu, ada juga kedipan mata, pergerakan bola mata, pergerakan bibir, dan lain lain. Tentu kita sendiri pernah menggunakan tanda-tanda ini untuk mengetahui kebohongan seseorang.

Walaupun sebagian bahasa tubuh ini adalah gerakan reflek yang tidak bisa kita kendalikan, sebagian yang lain bisa dilatih untuk berbohong. Berikut adalah beberapa tips agar kebohongan kita nampak meyakinkan.

1.Jika kita akan berbohong dengan suatu cerita, pastikan dalam cerita itu sama sekali tidak ada kontradiksi. Selain itu, jangan sampai di dalam cerita itu masih ada bagian-bagian yang masih terbuka untuk pertanyaan.

2.Jika kita berbohong untuk menjawab sebuah pertanyaan dengan kebohongan yang telah dipersiapkan sebelumnya, jangan langsung menjawab begitu pertanyaan selesai diajukan. Putuskan kontak mata begitu pertanyaan selesasi diajukan. Gerakkan bola mata melirik ke samping atau ke atas (tapi jangan ke bawah!) tunggu dua detik, baru jawab pertanyaan tersebut. Hal ini akan memberikan kesan anda benar-benar mencoba mengingat-ingat faktanya.

3.Jangan bercerita dengan terus menerus menjaga kontak mata. Beberapa kali putuskan kontak mata seolah-olah anda mengingat-ingat.

4.Ketika bercerita, gunakan detil-detil yang tidak relevan dengan isi cerita. Misal, anda berbohong bahwa dua hari yang lalu anda berada di stasiun kereta, ceritakan juga beberapa detail tidak penting tentang hal-hal sekitar seperti cuaca, ada bau apa di udara, dsb. Selain itu, gunakan juga pembetulan instan, seperti “waktu itu jam 10.30….nggak dink,,kayanya udah lewat jam 11..”

5.Gunakan tangan anda untuk mengilustrasikan cerita anda, jangan menggunakan tangan anda untuk menyentuh bagian tubuh anda, seperti rambut, telinga, hidung, dsb. Jangan pula menggunakan tangan anda untuk menyentuh pakaian atau perhiasan yang anda pakai.

6.Ketika memberikan pernyataan positif seperti “..Saya menyukai hal itu”, angkat alis mata anda. Tambahkan anggukan, hati-hati jangan sampai menggeleng.

7.Ketika memberikan pernyataan negatif seperti “..Saya tidak keberatan”, jangan sampai anda mengangkat alis mata. Tambahkan gelengan kepala, hati-hati jangan sampai mengangguk.

8.Untuk tangan, jangan letakkan tangan anda pada posisi defensif seperti bersedekap atau mengahadapkan telapak tangan ke arah lawan bicara. Gunakan tangan sebagai ilustrator, atau letakkan di samping depan badan anda dengan telapak tangan menghadap ke atas, atau ke arah tubuh anda.

9.Jaga ekspresi wajah sesuai dengan cerita kita. Jika sulit, pastikan saja ujung-ujung bibir tidak tertarik ke samping. Jaga juga agar bibir tidak membentuk mangkok terbalik ketika cerita.

10.Hindari menggerakkan sebelah bahu. Jika kita ingin menekankan maksud “saya tidak tahu”, angkat kedua bahu, jangan salah satunya.

11.Gunakan kacamata dengan lensa berwarna, tapi jangan terlalu gelap hingga menimbulkan kesan misterius. Hal ini penting untuk menyamarkan gerakan alis dan perubahan ukuran pupil mata.

12.Jangan berkedip terlalu sering.

Teknik di atas hanyalah beberapa dari banyak teknik yang dapat digunakan untuk berbohong. Masih banyak teknik-teknik lain untuk membuat kebohongan kita nampak meyakinkan. Namun, sebagian bahasa tubuh kita adalah gerakan reflek yang tidak bisa kita latih. Oleh karena itu, sebaiknya hindari berbohong sebisa mungkin. Jika anda terpaksa harus berbohong, berbohonglah dengan lihai. (hrk)

Tes Tes

ddfskhfdskhkdsfkjdfshkjfdshkfds

haloo,,,,

tes

Obsesi Menikah: Bukan Milikku Saja

Kalau baru membaca judulnya, pasti mata langsung melotot dan tekanan darah langsung naik. Kok menikah jadi digambarkan seperti penyakit psikologis sampai ada obsesinya.. Mungkin malah perlu dibikin iklan layaknya iklan rokok di televisi.. Obsesi: Menikah

Tapi sabar bang, dhe, bu, kak, pak, yang (ups!!).. ini bukan tentang penyakit psikologis kok..tapi tentang sesuatu yang sangat mendasar..

Jadi inget, seorang teman saya yang bernama Novrian, (bukan nama sebenarnya, karena nama sebenarnya adalah Nopren :P) pernah mendatangi saya, ujug-ujug (baca: tiba-tiba) bilang.. “Wah sesuk delok wae,, sik dha mbojo kae, engka aku takmlaku nggandheng istriku nang arepe, takgawe iri” TUT!! terjemahan: Wah lihat aja, besok aku bakal jalan di depan orang2 yang pada mojok itu menggandeng istriku, biar pada iri”… wah pernyataannya memang tampak radikal sekali..tapi klo dilihat “between the lines”, ini sebenarnya maknanya luar biasa sekali: Dia pengin menunjukkan bahwa ada cara yang lebih mulia untuk mengekspresikan cinta: yaitu dengan menikah. Dan Alhamdulillah teman saya ini cukup terjaga dr aktivitas pacaran, bahkan hingga saat ini. Sayangnya dia belum menikah.. 😛

Pernyataan berikutnya yang menarik, muncul pula dr teman saya yang bernama Hendra (bukan nama sebenarnya juga, karena nama sebenarnya adalah Yunan :P) dia pernah bilang dengan setengah bercanda seperti ini, “Aku nggak pengin nikah”, “aku tu dah butuh nikah”.. kontan saya tertawa mendengarnya,,, tapi nggak serius kok..ya mungkin dikit,,tapi satu hal yang ingin, dan saya rasa harus, digarisbawahi adalah, tidak salah kemudian kalau kita merasa ingin, atau bahkan butuh menikah di usia-usia kuliah.

Ya, kalau saya sendiri sih merasakan memang berat hidup di tengah masyarakat yang seperti sekarang ini, dalam keadaan membujang. Banyak godaannya,,,apalagi kalau kemudian harus hidup di Kota Yang Banyak Kembangnya..hu hu hu..Apalagi klo kemudian kita benar-benar harus menjaga dengan benar-benar gt..wah berat fren…dan rasanya mimpi tentang sebuah kehidupan akan cinta yang suci ternaungi syari’ah pernikahan, dan berujung surga, bisa membantu juga menjalani semuanya..

Hal berikutnya yang menarik adalah pernyataan, atau lebih tepatnya pertanyaan dari seorang akhwat kepada saya, pertanyaanya begini..”Mas, kenapa tho ikhwan kok seneng banget ngomongin nikah-nikah”, pertanyaan ini saya jawab dengan sebuah pertanyaan lagi, “lho, emangnya akhwat g pernah ngomongin nikah2 gt?” dia njawab, “Pernah sih Mas, tapi kelihatannya g separah ikhwan-ikhwan”..

wah wah wah…ternyata beberapa akhwat lain membenarkan..dan kdg-kdg, katanya, buat akhwat jd bikin nggilani (nggak tahu bahasa Indonesianya,,,) klo tahu ada ikhwan yang sering ngomongin nikah.. (berarti mesti akeh sik gilo ro aku..). Tapi intinya gini lho Ukh..sebenarnya g beda-beda banget kok..cuma klo ikhwan itu lebih expressif untuk urusan kaya gini.. gt aja..tapi yakin wis nggak ada niatan aneh-aneh…

Yep tapi memang pada akhirnya..ngana y ngana, ning ya aja ngana (arti: gt yha gitu tp ya jangan begitu…pusing?? segera tanyakan pada teman anda yang berbahasa jawa). Punya mimpi untuk menikah demi keterjagaan itu baik..yg penting, jangan njuk jadi terlalu kepikiran dan melakukan hal yang “aneh-aneh”. Soalnya pernah ada seorang akhwat yang protes sama aku, gara-garanya ada tmennya yg sering “ditelpon-telpon g jelas sama ikhwan”. Wah klo gini juga bisa membahayakan juga. Ya uda la ya… intinya..hati-hati aja..tp juga jangan terlalu kaku..

ho ho ho…

akhirnya saya hanya ingin bilang, Obsesi Menikah, Bukan cuma milikku saja oi!!

nyoba

doc1

Tentang Isra Mi’raj

Well, sekrang mungkin memang bukan waktu yang berdekatan dengan Isra Mi’raj, tapi sebuah pikiran hinggap d otak saya kemarin, dan membuat saya ingin menulis sesuatu tentang Isra’ Mi’raj. Tapi maaf, bukan dalam kaitannya dengan fiqh aqidah, tapi sesuatu yang lain.

Seperti yang kita semua telah ketahui, dalam semalam, Rasulullah SAW melesat dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha d Al-Quds, kemudian masaih melesat lagi hingga melewati tujuh lapisan langit, hingga akhirnya ke Arsy dan bertemu dengan Allah SWT untuk menerima perintah langsung mengenai sholat. Dan yang luar biasanya, semuanya menghabiskan waktu hanya semalam. Dan karena mempercayai hal inilah, Abu Bakar r.a. mendapat julukan Asshidiq.

Kita di sini punya dua fenomena. 1. Rasulullah pergi dari Mekah ke Al-Quds dalam waktu singkat. 2. Rasulullah melesat bersama Jibril hingga melewati langit ke tujuh, kemudian ke Arsy untuk bertemu Allah.

Untuk fenomena pertama, saya rasa itu bukan sesuatu yang perlu penjelasan lebih lanjut. Karena, saat ini, manusia biasa pun bisa melesat dari Mekkah ke Al Quds hanya dalam beberapa jam. Dan jika manusia bisa, mengapa Allah tidak bisa melesatkan RasulNya?

Yang menarik adalah fenomena yang kedua. Sebelum kita membahas lebih jauh, saya ingin membuat asumsi bahwa ketika Rasulullah SAW bepergian dengan malaikat Jibril, beliau bepergian dalam kecepatan cahaya. Saya berasumsi seperti ini karena malaikat terbuat dari cahaya, dan karena itu adalah cara paling mudah untuk melaju menembus tujuh langit hanya dalam waktu satu malam.

Pada keadaan biasa, bergerak dengan kecepatan cahaya (atau dengan kecepatan  c) bukanlah sebuah pilihan. Ada beberapa alasan

1. Ketika sebuah benda mengalami percepatan, benda itu akan mengalami gaya yang besarnya  m x a (Hukum Pertama Newton). Tentu kita pernah mengalaminya ketika berada di atas mobil yang diakselerasi atau mengerem mendadak.  Gaya ini kadang-kadang bisa jadi sangat besar, saya sendiri pernah muntah gara-gara menaiki mobil yang tiba-tiba mengerem mendadak sehingga punggung saya membentur jok mobil dengan momentum yang lumayan besar. Nah gaya maksimum yang mampu diterima oleh tubuh dan masih akan membuatnya tetap utuh kurang lebih sebesar 3G (tiga kali gravitasi bumi). Percepatan yang diperoleh agar gaya maksimum yang diterima tubuh tidak lebih dari 3G butuh 5 jt detik atau 2,5 bulan untuk mampu mencapai kecepatan cahaya. Dan ini  yang membuatnya menjadi halangan, perjalanan Rasulullah hanya semalam.

2. Semakin cepat sebuah benda bergerak, masanya bertambah. dalam hitungan matematis, ketika benda bergerak dengan kecepatan c, masanya akan menjadi tidak terhingga, dan karena hal inilah hanya benda-benda tak bermasa, seperti cahaya, yang mampu bergerak hingga kecepatan c.

Dua halangan ini membuat saya memikirkan dua alternatif cara yang mungkin, d sini saya katakan mungkin karena tidak ada cara yang dapat saya lakukan untuk benar-benar mengetahui apa yang terjadi, jadi yang mungkin terjadi adalah..

1. Dari Masjidil Aqsha hingga menembus tujuh langit, Rasulullah tidak bepergian bersama tubuhnya, melainkan hanya dengan ruhnya. Jika kita berasumsi bahwa ruh tidak memilliki masa fisik, maka dua masalah kita yang ada di awal akan terpecahkan. Karena ruh tidak memiliki masa, ia tidak akan rusak bahkan ketika harus dipercepat dengan kecepatan 1000 G sekali pun. Selain itu, massa yang nihil juga membuatnya mampu mencapai kecepatan cahaya.

2. Di Masjidil Aqsha, sebelum mengalami perjalanan, Rasulullah diurai materi tubuhnya hingga menjadi potongan kuark-kuark. Potongan kuark masanya sangat kecil, hingga possible untuk dipercepat hingga kecepatan cahaya tanpa mengalami kerusakan. Kemudian potongan-potongan itu disusun kembali hingga membentuk materi fisik. (ide ini mengingatkan saya pada film lorong waktu yang dibintangi Dedy Mizwar) Memang alternatif pilihan ini membutuhkan energi yang sangat besar, jika diinterpretasikan dengan suhu, maka untuk bisa mengurai satu individu  manusia hingga tingkat kuark, manusia perlu dipanaskan hingga 1 jt kali suhu inti matahari. Dan inilah yang membuat teknologi yang melibatkan pemindahan manusia pada kecepatan cahaya tidak mampu direalisasikan di bumi.

Ada satu alternatif lagi diluar dua pilihan itu, yaitu Allah, dengan kuasanya, mengakselerasi Rasulullah secara utuh tanpa menimbulkan kerusakan hingga mampu menghadapNya. Tapi alternatif ini tentu saja akan membuat kita berhenti sampai di sini.

Yang jelas, pilihan mana pun yang benar, telah menunjukkan betapa besarnya kekuasaan Allah atas langit dan bumi. Allahu akbar..
Wallahu’alam bishowab